Peristiwa terbunuhnya Munir
Munir meninggal dunia 7 September 2004 karena diracun saat melakukan perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda.Saat meninggal, usia Munir 39 tahun. Ia hendak mengenyam pendidikan di Universitas Utrecht, Belanda. Munir menuju Belanda dengan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974.
Munir, atau lengkapnya Munir bin Thalib. (8 Desember 1965 – 7 September 2004) adalah seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia. Ia merupakan salah satu pendiri lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Imparsial. Munir dibesarkan dalam keluarga muslim keturunan Arab. Kakek moyangnya adalah imigran dari Hadhramaut (Yaman) yang ratusan tahun lampau datang ke Nusantara. Dengan latar belakang ini, membuatnya lebih memilih aktif dalam organisasi-organisasi Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Al Irsyad.
Mengapa dia Hadir Disetiap Ruang-Ruang Perjuangan
Dalam kegalauannya melihat situasi Indonesia, Munir mengambil sebuah titik pijak dimana ia bisa melihat jelas problem demokrasi di Indonesia yang terbelenggu oleh politik-kekerasan yang secara struktural berkelindan dalam hubungan Negara-masyarakat. Sebuah “spiral kekerasan” telah menggulung masyarakat sedemikian rupa hingga meresap dalam pola pikir, membentuk tingkah laku dan mendaur ulang kekerasan demi kekerasan tanpa henti, mengakibatkan demikian banyaknya korban jiwa seakan menjadi “ritual” sehari-hari dan ditanggapi masyarakat sebagai barang normal. Berangkat dari pemahaman ini, Munir mengambil pilihan eksistensial untuk berdiri paling depan meneriakkan perjuangan hak asasi, serta politik yang bebas dari kekerasan.
Bagaimana Munir Bergerak
Konsistensi dan persistensi, dua hal ini tampak jelas dalam kepribadian seorang Munir. Ia mengetahui betul resiko perjuangannya. Namun demikian, Munir tidak gentar dan mengambil sikap setia melawan.kegelisahan Munir muda telah membawanya pada pergulatan pemikiran yang panjang dan lintas batas.Munir meyakini bahwa hak asasi manusia dalam konteks solidaritas kemanusiaan telah menciptakan sebuah bahasa baru yang universal dan setara, yang berbicara melalui batasan-batasan rasial, gender, etnis dan agama. Karena itulah, dalam pandangan Munir, hak asasi manusia harus dijadikan sebagai pintu masuk bagi terciptanya dialog bagi orang-orang dari berbagai latar belakang sosial-budaya dan ideologi. Lewat pintu ini pula Munir masuk dan bergaul dengan aktivis-aktivis yang berbeda-beda latar belakang demi terwujudnya pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Nilai Apa yang Hidup Dalam Diri Munir
Munir banyak membawa pelajaran yang sangat berharga bagi setiap jiwa-jiwa yang dahaga dengan perjuangan. Munir menjadi contoh dari puluhan kebajikan. Berbekal akal sehat, nyali dan kemampuan: Munir mengkritik segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh negara. Munir melawan penguasa yang berbuat tidak adil dan korup. Cak Munir menjadi lilin dalam kegelapan bagi dunia Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Sosoknya melanjutkan perilaku dan perjuangan aktivis yang juga telah hilang, terbunuh dan teraniaya.
Meski Munir telah dibunuh tapi dia terus hidup bahkan berlipat ganda. Kita perlu merasa Malu kepada Munir jkka melawan kedholiman dengan setengah hati, Kita perlu Malu ketika melihat kekerasan dan penindasan Kita diam saja.
Sumber : Laporan Kasus Pembunuhan Munir_Kontras