Komunitas pun Bisa Memerangi Kekerasan

Written by  Rabu, 24 Desember 2014 16:03

Larissa Ranft
Peserta Magang di Divisi Humas dan Media Rifka Annisa
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.


Saya sangat senang bisa terlibat dalam sesi pelatihan yang diadakan oleh Rifka Annisa. Pelatihan ini mengambil tema "Peran Masyarakat dalam Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Perempuan dan Anak di Gunungkidul". Pelatihan yang berlangsung di Djoglo Samiaji, Wonosari pada tanggal 17 dan 18 September, diadakan dengan tujuan untuk belajar dan berdiskusi tentang peran masyarakat dalam memerangi kekerasan dalam rumah tangga. Kelompok peserta terdiri dari dua belas laki-laki dan tujuh perempuan, termasuk dua tutor yang melakukan sesi latihan.

Mula-mula, semua peserta mengenal sama satu lain dan berbicara tentang harapan mereka untuk pelatihan ini. Selanjutnya, para peserta berpikir tentang gagasan-gagasan mereka mengenai konsep “gender” dan perbedaan antara “seks yang biologis” (yaitu jenis kelamin) dan “seks yang sosial” (yaitu gender) dalam masyarakat. Kemudian, mereka mengumpulkan sifat-sifat gender dan ketidakadilan gender dalam masyarakat. Ketidakadilan gender itu termasuk berbagai bidang seperti: Marginalisasi (Peminggiran), Subordinasi (Penormorduaan), Kekerasan terhadap Perempuan, Pelabelan (Stereotyping), dan Beban Ganda untuk Perempuan. Fasilitator pelatihan menjelaskan setiap bidang dan memberitahu tentang latar belakangnya beserta dengan beberapa contoh.

Selain itu, peserta melakukan diskusi kelompok mengenai tugas-tugas dan peran-peran laki-laki dan perempuan-perempuan dalam konteks budaya. Jadi, semua peserta merefleksikan peran sosial dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan-perempuan, selain itu peran suami dan peran isteri dalam sebuah keluarga. Selain mendiskusikan perihal budaya dan soal ketidakadilan gender di lingkungan sosial mereka, semua peserta juga bisa menyampaikan pendapat pribadi mengenai tema tersebut. Hasil dari diskusi kelompok menunjukan bahwa masih ada anggapan umum yang keras mengenai laki-laki sebagai “pemimpin keluarga” dan isteri sebagai “pengasuh utama untuk anak-anak”. Jadi, seorang suami mungkin akan “membantu” isterinya dalam hal-hal rumah tangga, tetapi tanggung jawab utama pada hal rumah tangga dipunyai seorang isteri. Ada diskusi di kelombok tentang pertanyaan ini: “Seorang pemimpin keluarga seharusnya adalah / berkelakuan seperti apa?” Beberapa peserta menyetujui bahwa isteri dan suami harus memutuskan bersama semua hal keluarga dan rumah tangga. Yang paling penting adalah komunikasi yang bagus antara suami dan isteri: Kedua-duanya seharusnya bekerja sama dan berbagi tanggung jawab dalam rumah tangga dan juga di luar rumah tangga. Semua peserta memiliki pendapat bahwa tugas sebagai “pemimpin keluarga” adalah tugas yang cukup susah. Karena itu yang paling penting adalah bahwa isteri dan suami berkomunikasi yang baik sama satu lain. Kedua pasangan harus mencoba untuk membayangkan diri mereka dalam posisi satu sama lain, dan keduanya harus melakukan pekerjaan yang sama dan berbagi semua tanggung jawab di dalam dan di luar rumah tangga.

Hari kedua, fasilitator menyampaikan materi tentang kekerasan berbasis gender dan hubungan kekuasaan dalam sistem patriarkhi. Adalah sistem patriarkhi membuat seorang isteri ‘diposisikan’ di bawah seorang suami, dan demikian juga perempuan-perempuan ‘diposisikan’ di bawah laki-laki. Berikutnya, fasilitator menjelaskan struktur “Kerangka Ekologis” yang terdiri dari lima bidang yaitu Individu, Keluarga dan Hubungan Personal, Masyarakat dan Komunitas, Negara dan Struktural Kemasyarakatan, dan akhirnya Struktural Internasional dan Global. Semua bidang tersebut saling terpengaruh. Kelompok mendiskusikan penyebab-penyebab kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Nanti, semua peserta bersama dengan fasilitator-fasilitator berbicara tentang bagaimana caranya kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah dan tentang faktor penanganan kekerasan. Sebagai akhir, ada permainan yang menanyakan pendapat dan anggapan para peserta mengenai distribusi peran sosial dan nilai-nilai sebagai perempuan dan laki-laki. Ada beberapa pernyataan dan para peserta harus memutuskan antara “setuju”, “tidak setuju”, atau “ragu-ragu”. Setiap pernyataan selesai disampaikan, ada percakapan pendek tentang anggapan-anggapan berbeda dalam kelompok.. Semua peserta bisa belajar banyak dan menerima ilmu yang baru mengenai kesetaraan gender di masyarakat. (*)

Read 1393 times Last modified on Jumat, 03 Juli 2015 20:46
44157044
Today
This Week
This Month
Last Month
All
2625
60006
221165
276576
44157044