Oleh : Ani Rufaifa
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Yogyakarta, (19/3) Rifka Annisa menggelar diskusi komunitas yang berada di wilayah Gedangsari Gunung Kidul, acara yang dimulai dengan jagong santai bersama bapak-bapak di Desa Ngalang, Gedangsari Gunung Kidul bertempat di Balai desa setempat.
Thowi selaku manajer divisi pengorganisasian masyarakat dan advokasi menanyakan PR pada pertemuan sebelumnya tentang pembagian tugas dalam rumah tangga.
“Apakah kemaren sudah mencuci?”
“Saya sekarang mencuci dan memandikan anak hal biasa” jawab Siswanto bapak satu anak ini.
Tarno salah satu peserta diskusi mengungkapkan “Saya sekarang mau mencuci dan ikut terlibat pekerjaan rumah tangga, sebelumnya tidak mau karena menganggap hal tersebut sebagai tugas istri”.
Pernyataan ini juga dikatakan beberapa peserta yang lain. Banyak dari peserta diskusi yang mau dan terlibat aktivitas domestik.
Namun Riyan punya pendapat berbeda “saya melakukan pekerjaan rumah 24 jam stand by yang penting di dalam rumah, tapi kalau menyapu atau menjemur diluar rumah ogah”. katanya.
Ketika Towi bertanya lebih lanjut Riyan merasa gengsi dan malu sama tetangga, “Buat saya sendiri kalau saya mencuci seakan turun derajatnya”, tegasnya.
Towi menjelaskan banyak masyarakat masih mengaggap laki-laki tidak pantas untuk melakukan tugas domestik, jika ada suami yang melakukan tugas rumah tangga, masyarakat akan mencemooh, terus bilang “istrinya dimana?”. Padahal ini hanya lah aturan umum masyarakat. Dan aturan itu juga tidak harus saklek, ia menegaskan bahwa aturan itu bisa lebih cair dan laki-laki bisa terlibat dalam tugas rumah tangga.
Keterlibtan laki-laki dalam pembagian tugas rumah tangga juga berdampak pada kehidupan keluarga di masing-masing peserta diskusi.
“Anak saya sekarang selalu gundeli kalau mau pergi, bahkan kunci montor sampai diumpetin”, jelas Siswanto
“Anak semakin dekat, kalau mandi lebih banyak dengan saya dari pada ibu” tutur Siswanto yang juga aktif sebagai Kepala Dukuh.
Menurut Eko Yulianto ia juga mengalami banyak perubahan dengan anaknya, “sekarang anak saya kalau gak ada saya gak mau tidur, sebelum tidur minta ditemenin, sekarang saya menyadari kalau saya merasa penting dikeluarga”. Tegasnya
Agus merasa istri sekarang banyak komunikasi dan tidak lagi ngomel-ngomel seperti dulu. Para peserta merasa mengalami banyak manfaat setelah ikut kegiatan ini.
Towi menjelaskan hal ini merupakan upaya peserta dalam membangun rumah tangganya. Membangun kondisi keluarga yang lebih kaya. Situasi keluarga akan membentuk kondisi setiap orang dalam keluarga tersebut.
Tambahnya manfaat yang lebih besar ketika seorang ayah juga melakukan pekerjaan domestik, diantaranya pekerjaan rumah cepat selesai, perekonomian bertambah, selain itu ketika laki-laki atau ayah terlibat dalam pengasuhan anak maka akan menurunkan angka kriminalitas dikalangan anak-anak, jelas Towi.
Oleh : Rufaida Ani
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Rabu (27/3) Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Kabupaten Gunung Kidul bersama Rifka Annisa mengadakan kegiatan seminar dalam rangka memperingati hari perempuan sedunia.
Acara yang berlangsung di Aula Kecamatan Patuk ini bertema kan Pelibatan Laki-laki dalam “Meraih Kebahagiaan Keluarga”. Kegiatan ini juga bertujuan melibatkan laki-laki untuk berbagi tugas dalam pekerjaan rumah tangga. Kegiatan yang melibatkan peserta dari berbagai desa di kecamatan Patuk dihadiri oleh tokoh muspika, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda yang ada di wilayah Patuk.
Sumiyati selaku kepala bidang pembedayaan perempuan dari BPMPKB dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan semangat kami dalam memperingati hari perempuan sedunia. Dalam sambutannya Kepala Camat R Haryo Ambar Suwardi berharap acara ini dapat memperluas kualitas kehidupan perempuan di berabagai sisi, ia juga mengajak kepada para suami untuk terlibat dalam hal pengasuhan anak dan berbagi tugas domestic di dalam keluarga. Hal itu yang akan meningkatkan keluarga semakin harmonis.
Romy selaku manager Rifka Women Clinic, menjelaskan fakta yang terjadi 3 dari 10 orang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang terjadi pula banyak dari kasus kekerasan yang masuk di Rifka Annisa dilakukan oleh orang terdekat korban.
Tambahnya hal ini karena masih minimnya keterlibatan suami dalam mengasuh anak dan tugas domestik. Hal ini karena banyak beban pekerjaan rumah tangga yang hanya dibebankan pada istri. Hal ini karena cara pandang yang belum sama, tegas Romy.
Yang perlu dilakukan adalah menciptakan kerjasama antar pasangan dengan berbagi tugas rumah tangga, selain itu berbagi tanggung jawab pengasuhan anak. Ayah dan ibu bertangung jawab bersama atas perkembangan anak. Manfaat ketika ayah terlibat dalam pekerjaaan domestik anak semakin dekat dan anak merasa nyaman mengungkapkan problemnya hal ini juga berdampak pada perekembangan kognitif anak, ungkap Romy
Hal ini yang juga dirasakan salah satu peserta diskusi komunitas “ Sejak saya ikut pertemuan diskusi bersama Rifka Annisa saya merasa semakin peduli dengan keluarga, konflik-konflik yang terjadi dalam rumah tangga lebih bisa dikomunikasikan dengan pasangan.
“Sekarang saya lebih banyak memandikan anak saya dari pada istri saya, selain itu yang terjadi ketika saya pergi anak sayas selalu ikut saya semakin dekat dengan anak, tutur Siswanto. Ia juga mengajak peserta untuk semkain peduli dengan keluarga karena banyak manfaat yang bisa diperoleh anak semakin dekat dan keluarga semakin harmonis, tegasnya
Oleh : Ratnasari Nugraheni
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Rabu (26/3), sejumlah musisi muda memenuhi halaman Rifka Annisa sejak pukul 09.00 WIB untuk mempresentasikan karya lagu ciptaan mereka masing-masing. Acara tersebut merupakan puncak rangkaian kegiatan yang bertajuk “Workshop Cipta Lagu Anti Kekerasan terhadap perempuan” yang berlangsung pada tanggal 22-23 Maret 2014. Rifka Annisa menggandeng (Forum Pencipta Lagu Muda) FPLM, komunitas remaja dari Gunung Kidul, Kulon Progo, dan Magelang, serta Rannisakustik demi terselenggaranya acara tersebut.
“Acara ini bertujuan untuk menggali kreatifitas kaum muda dalam menciptakan lagu yang dapat mendukung upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan”, ujar Jali, koordinator FPLM dalam sambutan pembukanya.
Terdapat 10 lagu baru yang dibawakan dalam acara tersebut, di antaranya: Joni Jagoan, Marah dalam Diam, Bocah Baong, Langkah Pergi, Balada si Eni, Save Her, Manusia Lelaki, Satinah, Salah Pilih, dan Lady. Lagu-lagu tersebut merupakan hasil pengembangan tema yang berhubungan dengan Move On, Kekerasan Terhadap Istri (KTI), Kekerasan Dalam Pacaran (KDP), Pengasuhan , dan Tentang Laki-laki.
Pada acara tersebut juga dilakukan penggalangan dana yang diprakarsai oleh Jaringan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JPPRT) DIY untuk menyelamatkan Satinah dari hukuman pancung. Pada acara tersebut, terkumpul dana lebih dari Rp. 500.000,-.
Acara ini merupakan langkah Rifka Annisa untuk mengampanyekan penghapusan kekerasan terhadap perempuan melalui musik dan lagu. Sehingga semua elemen dari berbagai lapisan masyarakat tergerak untuk mencegah kekerasan. Lagu-lagu yang tercipta dalam lagu ini nantinya akan diseleksi dan dikompilasi untuk membuat sebuah album lagu sebagai salah satu media kampanye.
Diharapkan melalui acara ini pula, kaum muda semakin bersemangat untuk meciptakan lagu yang bertemakan hal-hal positif dan kritis, terlebih yang berhubungan dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Oleh : Laskmi Amalia
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Yogyakarta- Bekerjasama dengan Rifka Annisa Woman Crisis Center, Aliansi Laki-laki Baru Yogyakarta mengadakan diskusi dengan tema “Gerakan Pelibatan Laki-laki untuk Keadilan dan Kesetaraan Gender serta Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Perspektif Feminis” yang diselenggarakan pada hari Kamis (27/3) bertempat di aula Rifka Annisa WCC. Diskusi yang menghadirkan tiga orang panelis yang terdiri dari Saeroni dari Aliansi Laki-laki Baru, Budi Wahyuni dari LBH APIK, dan Agustina Prasetyo Murniati yang berprofesi sebagai konsultan gender Yabinkan membahas mengenai peta arah pelibatan laki-laki dalam gerakan perempuan di Indonesia.
Diskusi yang berlangsung selama hampir tiga jam tersebut dibuka oleh paparan Saeroni mengenai proses dehumanisasi laki-laki yang terjadi karena ekses dari konstruksi budaya patriarki. Laki-laki yang dianggap gagal untuk memenuhi citra maskulinitas di mata orang-orang disekitarnya akan melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan kekerasan sebagai salah satu mekanisme untuk mengembalikan kewibawaanya sebagai laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rifka Annisa pada tahun 2012-2013 di tiga kota yaitu Purworejo, Jakarta dan Jayapura yang mencatat bahwa ada sekitar 27%-56% laki-laki yang mengaku pernah melakukan kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan.
Fakta-fakta inilah yang mendorong diperlukannya keterlibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan perjuangan menuju keadilan dan kesetaraan gender. Beberapa gerakan laki-laki yang sudah dibentuk di Indonesia antara lain adalah Aliansi Laki-laki Baru dan gerakan Laki-laki Peduli. Saeroni menegaskan bahwa dengan keberadaan gerakan laki-laki yang semakin populer di tengah masyarakat , gerakan ini tidak akan pernah mengancam gerakan perempuan, tetapi justru mendukung perjuangan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan keharusan gerakan laki-laki untuk menginduk kepada gerakan perempuan yang sudah ada dan melibatkan perempuan dalam susunan organisasi serta kegiatan yang dilakukan. Selain itu, gerakan laki-laki haruslah mematuhi prinsip keadilan dan kesetaraan gender, criminal justice,hak asasi manusia, serta pendekatan kesehatan masyarakat.
Agustina Prasetyo Murniati atau yang biasa akrab dipanggil Bu Nunuk menggarisbawahi bahwa konstruksi patriarki yang bersifat destruktif timbul karena adanya ketimpangan sosiologis dan teologis yang dicampuradukkan. Hal ini menyebabkan perspektif patriarki mengakar kuat dalam pikiran dan perbuatan laki-laki. Oleh karena itu, pelibatan gerakan laki-laki diperlukan untuk mengubah perspektif kaumnya.
Pembicara terakhir yang menyampaikan paparannya adalah Budi Wahyuni atau yang akrab disapa Bu BW dari LBH APIK. Perempuan yang saat ini juga menjadi Ketua Pengurus Harian Daerah PKBI Yogyakarta ini menegaskan bahwa laki-laki menjadi aktor baru dalam gerakan pemberdayaan perempuan. Laki-laki harus didorong untuk terlibat aktif dalam usaha mencegah kekerasan terhadap perempuan dan menolak untuk berdiam diri terhadap kekerasan yang sering timbul. Sikap diam yang ditunjukkan oleh laki-laki ketika melihat kekerasan terhadap kaum perempuan juga merupakan kekerasan terhadap perempuan itu sendiri.
Pada akhir diskusi, Saeroni menyatakan bahwa gerakan laki-laki yang ada saat ini merupakan gerakan mempertanyakan diri sendiri dimana laki-laki yang selama ini mendapat perlakuan istimewa dari orang-orang disekelilingnya harus mau berbagi dengan kaum perempuan. Selain itu, gerakan laki-laki bukanlah ancaman bagi keberlangsungan gerakan perempuan tetapi menjadi gerakan bersama demi tercapainya dunia yang adil dan setara.
Oleh: Ratnasari Nugraheni
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Kasus kekerasan seksual yang kian marak terjadi selalu menempatkan perempuan sebagai korban yang paling dirugikan. Komisi Nasional anti kekerasan terhadap perempuan sejak tahun 1998-2011 menerima 4845 laporan kasus perkosaan yang terjadi di Indonesia. Rifka Annisa sejak tahun 2009-2013 telah menangani 175 kasus perkosaan. Bahkan di awal tahun 2014, sudah ada 3 kasus perkosaan di kalangan remaja.
Korban-korban kasus perkosaan pun tak mengenal batasan usia, tak sedikit diantaranya adalah kaum anak-anak dan remaja. Pelakunya tak lain adalah orang-orang terdekat korban seperti pacar, keluarga, pasangan, dan tetangga. Hal-hal inilah yang menyebabkan korban lebih banyak diam dan enggan bercerita kepada orang lain karena pelakunya adalah orang terdekat mereka. Tak sedikit yang merasa terancam. Akibat yang diderita korban lebih banyak berhubungan dengan kondisi psikologisnya.
Pada fase awal, mereka cenderung menutup diri, pendiam, malu, rendah diri, tidak fokus/ konsentrasi, pasif, pasrah, dan suka bermimpi buruk dikejar pelaku. Pada fase tertentu, mereka mau terbuka karena sudah belajar untuk menerima keadaan tanpa penyesalan. Hal ini pun didukung dengan adanya support group. Kelompok ini dimaksudkan untuk mempercepat pemulihan korban yang memiliki nasib serupa. Selain itu, diperlukan adanya dukungan dari keluarga dan teman-teman.
Adapun beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh korban kasus kekerasan seksual adalah: (1) setelah kejadian, jangan mandi terlebih dahulu akan tetapi pergilah ke puskesmas dan lakukan rekam medis, perkiraan biayanya sekitar Rp. 30.000,-; (2) Simpanlah semua barang bukti seperti bekas bercak darah atau sperma di pakaian; (3) Ceritakan pada orang yang dipercayai; (4) Jangan menyalahkan diri sendiri.