Nilai Feminin dalam Kepemimpinan Dunia Modern

Written by  Jumat, 07 Maret 2014 11:07

Oleh : Laksmi Amalia
Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
 
Judul Buku  : The Athena Doctrine: How Women (And The Men Who Think Like  Them) Will Rule The Future
Penulis       : John Gerzema dan Michael D'Antonio
Penerbit     : Jossey-Bass
Terbit        :  Cetakan 1, 2013
Tebal         : 289 halaman

Athena, sosok dewi kebijaksanaan dalam mitologi Yunani, menginspirasi John Gerzema dan Michael D'Antonio untuk melakukan survei terhadap 64.000 orang dari 13 negara mengenai sifat-sifat manusia manakah yang berkaitan dengan nilai-nilai feminin dan maskulin. Survei tersebut dilakukan selama satu tahun di lima benua. Hasil survei yang dilanjutkan dengan wawancara dengan perempuan pemimpin maupun laki-laki yang mengadopsi  nilai-nilai feminin ke dalam gaya kepemimpinan mereka, dinarasikan oleh Gerzema dan D’ Antonio dalam buku yang berjudul “The Athena Doctrine: How Women (And The Men Who Think Like  Them) Will Rule The Future”.

Dari hasil survei tersebut didapatkan beberapa sifat yang secara tradisional memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai feminin  yaitu kerentanan, empati, dan kerjasama. Selain ketiga sifat tradisional yang disebutkan diatas, loyalitas, kreativititas, dan orisinalitas juga merupakan perwujudan dari nilai-nilai feminin yang kerap diasosiasikan dengan perempuan. Gerzema dan D’ Antonio membagi bab-bab dalam buku ini berdasarkan negara yang mereka kunjungi untuk keperluan penulisan buku ini diantaranya adalah Inggris, Islandia, Jepang, Kenya, dan lain-lain. Benang merah dari cerita yang diperoleh dari beberapa negara tersebut adalah bagaimana laki-laki maupun perempuan yang jika dalam berbagai aktivitasnya mulai dari membangun perusahaan sampai memerintah sebuah negara akan mencapai kepemimpinan yang jauh lebih efektif, efisien, dan memberikan lebih banyak manfaat kepada masyarakat apabila menerapkan nilai-nilai feminin.

Cerita bermula dari kunjungan Gerzema dan D’ Antonio ke Inggris dan melihat beberapa perusahaan dan organisasi non profit yang bekerja untuk memberdayakan masyarakat dengan menerapkan prinsip kepercayaan, kreativitas  dan orisinalitas serta mencerminkan nilai-nilai feminin. Diantara beberapa perusahaan tersebut adalah Grannies.Inc yang memberdayakan hampir 300 perempuan lansia di Inggris untuk memproduksi berbagai produk rajutan dan memasarkannya secara on-line. Perusahaan ini bukan hanya mengolah kepercayaan para pelanggannya dengan hasil rajutan berkualitas tinggi dari para produsen yang rata-rata merupakan perempuan berusia lebih dari 65 tahun dan menjanda, tetapi juga mendekatkan pemesan dengan produsen secara personal dimana pelanggan dapat menghubungi produsen secara pribadi dan memesan desain eksklusif sesuai dengan kebutuhan pemesan.

Jika di Inggris, nilai-nilai feminin banyak diterapkan dalam mengelola perusahaan, Islandia menerapkan nilai-nilai feminin dalam mengelola negara yang sempat bangkrut akibat krisis ekonomi tahun 2008. Banyak pihak mengatakan bahwa krisis ekonomi tahun 2008 yang berdampak pada jatuhnya nilai krona, mata uang Islandia, dan bangkrutnya dunia perbankan Islandia diakibatkan oleh nilai maskulinitas negatif yang diterapkan oleh para pemimpin Islandia yang mayoritas laki-laki. Salah satu bentuk nilai maskulinitas negatif yang dilakukan oleh banyak pemimpin dan eksekutif laki-laki di Islandia adalah kebiasaan mereka untuk menghambur-hamburkan uang dan membeli mobil-mobil mewah serta berkompetisi untuk menjadi yang paling kaya agar dapat membuktikan kekuasaan dan kekuatan mereka sebagai laki-laki. Mereka juga secara rakus berinvestasi di pasar modal tanpa berpikir lebih jauh mengenai risiko dan kredibilitas perusahaan investasi dimana mereka menanamkan sahamnya. Akhirnya pada tahun 2008, perekonomian Islandia goyah karena banyaknya kredit macet di bank dan investasi yang gagal.

Paska krisis 2008, Johanna Sigurdardottir, terpilih menjadi perdana menteri perempuan pertama di Islandia. Johanna membentuk kabinet dengan mayoritas anggotanya adalah perempuan dan menempatkan banyak perempuan untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin perusahaan negera salah satunya Rio Tinto Alcan, perusahaan produsen aluminium yang identik dengan citra sebagai perusahaan tambang yang sangat maskulin. Selain itu dengan dukungan anggota parlemen yang 40% kursinya diduduki oleh perempuan, Johanna membentuk konstitusi baru Islandia yang dalam proses penyusunannya melibatkan kerjasama banyak pihak yang menginginkan kondisi Islandia menjadi lebih baik.

Di Israel, beberapa perempuan menempati jabatan penting di lembaga militer seperti  di Israeli Defense Forces (IDF). Banyak perempuan pula yang ditugaskan di daerah perbatasan yang rawan akan konflik bersenjata. Kemampuan perempuan untuk berkomunikasi secara efektif, menghargai lawan bicara, dan melakukan negosiasi dipercaya mampu menghindarkan kekerasan yang sering terjadi di daerah perbatasan Israel dengan negara-negara tetangganya. Dalam kaitannya dengan kehadiran perempuan sebagai pembawa perdamaian, Shimon Peres, presiden Israel mengatakan:

“Men will not stop warring. Women will not stop pacifying. They know that wars are unhealthy.” (The Athena Doctrine, halaman 102).

Sifat terbuka yang ditunjukkan oleh banyak perempuan dengan sering curhat tentang permasalahan yang dihadapi ternyata merupakan sifat yang menguntungkan bagi kesehatan mental. Banyak laki-laki Jepang, terutama mereka yang gagal dalam pekerjaannya dan gagal memenuhi stereotipe laki-laki Jepang sukses dan kaya yang dikenal dengan sebutan salary man, kemudian mengalami depresi yang berujung pada keputusan untuk bunuh diri. Laki-laki yang gagal cenderung menyembunyikan perasaannya karena dalam budaya Jepang seorang laki-laki tabu untuk curhat dan lebih baik menutupi kegagalannya untuk menjaga wibawanya sebagai laki-laki.

Namun, Yasuhiro Toudou, seorang laki-laki pekerja di Jepang yang merasa frustasi dengan  pekerjaanya di sebuah perusahaan telepon genggam dan mengalami depresi mencoba membicarakan kegagalan dan perasaan yang dialaminya dengan orang lain.  Toudou melawan tradisi yang menganjurkan laki-laki Jepang untuk bungkam dengan permasalahan yang dihadapi demi menjaga harga diri mereka sebagai laki-laki dengan mendirikan U2Plus.jp yang menyediakan informasi dan tempat berinteraksi bagi mereka yang mengalami depresi agar mereka mau membicarakannya dan melawan keinginan untuk bunuh diri.

Di bagian akhir buku ini, Gerzema dan D’ Antonio merangkum nilai-nilai feminin yang dapat diterapkan dalam berbagai hal yang berguna bagi kesuksesan pribadi maupun profesional. Berkaitan dengan manajemen karir, Gerzema dan D’ Antonio menggarisbawahi bahwa keterbukaan terhadap kegagalan yang dialami justru baik untuk kesehatan mental dan membuka kesempatan untuk bereksperimen dan mencoba pengalaman baru. Hal ini sangat berbeda dengan nilai-nilai maskulin tradisional yang selalu mendorong laki-laki untuk menutupi kegagalan demi menjaga kewibaan sebagai laki-laki. Selain manajemen karir, nilai-nilai feminin dapat pula diterapkan dalam bidang kepemimpinan, menciptakan inovasi, dan manajemen perubahan. Akhirnya, lewat buku ini Gerzema dan D’ Antonio berhasil membuktikan bahwa nilai-nilai feminin menjadi kunci sukses bagi kepemimpinan dunia modern. (Laksmi Amalia)

Read 2008 times Last modified on Rabu, 12 Maret 2014 13:52
44087741
Today
This Week
This Month
Last Month
All
1819
49022
151862
276576
44087741