Selasa, 13 Maret 2018 10:22

Anak biasanya lebih sering curhat ke ibu daripada ke ayahnya. Tak heran kadang seorang ayah bingung dengan apa yang sebenarnya sedang dialami oleh anak. Apakah ia sedang merasa sedih, malu, marah, atau takut. Ayah memiliki kapasitas yang sama dengan ibu dalam mengenal dinamika kehidupan anak-anak, termasuk perasaan-perasaan mereka. Saat anak bersedih, atau anak merasa takut akan sesuatu, bukan hanya tugas ibu seorang untuk menolong mereka mengatasi permasalahan tersebut.

Beberapa cara di bawah ini mungkin dapat digunakan Ayah dalam rangka menolong anak mengatasi perasaan-perasaannya.

Mengatasi Perasaan Bersalah Anak

Masalah 1 : Rasa bersalah yang semu

Suatu ketika, anak Anda bisa saja merasa sangat bersalah kepada teman-temannya karena ia tidak berhasil membawa nama baik kelasnya dalam pertandingan cerdas cermat di sekolah. Sepanjang hari ia tampak murung, dan terlihat menyalahkan dirinya sendiri karena begitu bodoh, tidak bisa membuat kelasnya menjadi juara. Pada saat anak merasa bersalah, yang perlu Ayah lakukan sebagai orang tua adalah menolong anak untuk membedakan apakah perasaan bersalahnya itu benar, ataukah sekedar perasaan bersalah yang semu.

Dalam kasus di atas, Ayah sebaiknya mendorong anak agar mau menceritakan kronologi tentang pertandingan tersebut. Anak perlu ditolong untuk menyadari bahwa dalam setiap pertandingan pasti ada yang kalah, dan itu adalah hal yang biasa. Kalaupun teman-temannya mempersalahnnya, itu hanya karena mereka merasa kecewa. Anda harus tekankan kepada anak, bahwa kekalahan dalam suatu pertandingan adalah sebuah kesempatan baginya untuk berlatih lebih keras lagi.


Masalah 2 : Rasa bersalah yang sebenarnya

Si kecil tanpa sengaja menumpahkan segelas susu di atas sofa teman Anda ketika bertamu. Bukan hanya Anda yang malu dan merasa bersalah pada teman Anda, si kecil pun merasakan hal yang sama. Sebagai ayah yang bijaksana, Anda seharusnya tahu persis bahwa kecelakaan tersebut  merupakan siksaan bagi si kecil. Meski Anda rasanya ingin menumpahkan kemarahan pada anak, namun bertindaklah bijaksana dengan membantu mengarahkan perasaan bersalah anak ke arah yang tepat. Ajak segera si kecil untuk membersihkan tumpahan susu itu.

Setelah selesai, berbicaralah secara pribadi dengan anak. Katakan jika Anda tahu bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kecelakaan yang tidak disengaja. Kemudian, minta anak untuk meminta maaf pada si pemilik rumah. Tentu saja bersama dengan Anda yang mendampinginya. Mengarahkan rasa bersalah bukan hanya menolong anak agar bisa membedakan antara perasaan bersalah yang benar dan yang semu, tapi juga mengasah hati nurani mereka agar mereka benar-benar merasa bersalah ketika mereka melakukan kesalahan.


Mengatasi Rasa Malu Anak

Di suatu pesta, anak Anda tiba-tiba menggandeng tangan seorang bapak yang memakai kemeja berwarna persis seperti yang dikenakan Anda. Tentu ia merasa sangat malu ketika sadar bahwa itu bukanlah ayahnya. Peristiwa ini mungkin terlihat lucu di mata Anda, tapi tidak untuk anak Anda.

Segera dekati anak Anda, dan ucapkan dengan nada bercanda bahwa dulu Anda pun pernah mengalami hal serupa dengannya. Ajak anak bersama-sama menertawakan kekonyolan yang pernah Anda berdua lakukan. Hal ini akan membuat hatinya ringan karena ia tahu ternyata bukan hanya dirinya yang pernah mengalami hal memalukan itu.

Ya, salah satu obat manjur untuk mengatasi rasa malu adalah menertawakan diri sendiri. Anak yang terbiasa hidup dalam keluarga yang dapat diajak tertawa bersama akan tumbuh menjadi anak yang memiliki sikap positif, bahkan ketika ia tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan kecil.

Mengatasi Rasa Sedih Anak


Masalah 1 : Rasa sedih yang disebabkan oleh faktor dari dalam

Si kecil terus-menerus menangis karena ia tidak diijinkan bermain ke rumah kawannya. Padahal sudah dijelaskan bahwa larangan tersebut diberikan karena ia masih memiliki PR yang harus dikerjakan.

Kesedihan dari dalam diri dapat diatasi dengan disiplin dan kelembutan kasih yang tegas dari Anda sebagai orang tua. Jelaskan pada anak bahwa percuma saja jika ia terus menangis, karena Anda tetap tak akan mengabulkan permintaannya. Katakan bahwa hal ini Anda lakukan karena Anda ingin ia belajar bertanggung jawab dalam menyelesaikan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu membuat PR.

Masalah 2: Rasa sedih yang disebabkan oleh faktor dari luar

Anak Anda merasa sangat kehilangan neneknya yang baru saja meninggal. Ia mejadi lebih sering berdiam diri dan melamun. Menghadapi kesedihan yang disebabkan oleh hal di luar diri anak memang lebih sulit, apalagi jika anak belum sanggup memakai rasio untuk mengatasi kesedihannya. Dalam hal ini, Anda harus mendampinginya dan menerima kesedihan hatinya. Saat anak sudah tampak lebih siap, mulailah untuk membicarakan konsep kematian seperti yang terjadi pada sang nenek. Jelaskan dengan menggunakan kata-kata sederhana yang mudah dicerna oleh pikiran anak, hingga akhirnya ia dapat mengerti.

Mengatasi Rasa Takut Anak

Si kecil begitu ketakutan setelah bertemu dengan badut di sebuah taman bermain. Dia gemetar dan menangis ketika badut menghampirinya. Segera hampiri si kecil dan peluklah ia erta-erat. Kemudian ajak si kecil menjauh sambil menjelaskan tentang konsep badut yang sebenarnya hanyalah manusia biasa berbungkus topeng. Anda perlu menyadari bahwa seperti halnya rasa malu, rasa takut adalah perasaan negatif yang tidak mudah diusir dengan suatu perintah. Rasa takut datang begitu saja dan hanya dapat diusir jika ada rasa aman yang menggantikan posisinya.
Yang perlu Anda ingat adalah, ketika anak takut dan belum mampu menguasai rasa takutnya, ia perlu terlebih dahulu dijauhkan dari obyek yang menakutkannya. Memaksa anak untuk berani menghadapi obyek yang membuatnya takut hanya akan memperparah rasa takutnya. Jadi, ajaklah ia untuk melihat dan mengamati objek yang menakutkannya dari jauh, sambil Anda tetap menjelaskan hal-hal positif tentang objek yang ditakutinya.


Aditya Putra Kurniawan

Peneliti di Rifka Annisa WCC

Rabu, 14 Februari 2018 14:19

Kehidupan rumah tangga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Namun, tidak semua pasangan suami istri dapat mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka. Sehingga tak jarang kedua belah pihak memutuskan untuk bercerai. Perceraian bisa jadi merupakan pilihan terakhir bagi pasangan suami istri yang hanya akan merasa saling menyakiti jika tetap mempertahankan pernikahan. Jika perceraian tak terhindarkan maka penting untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk meminimalisir dampak yang mungkin terjadi.

Salah satu yang perlu disiapkan adalah anak. Tidak semua anak mengerti mengapa ayah dan ibunya harus berpisah. Jika perceraian terpaksa menjadi pilihan maka perlu mempersiapkan anak menghadapinya untuk mengurangi trauma atau efek buruk jangka panjang bagi anak akibat perpisahan orang tuanya.

Maka, anak perlu mendapatkan dukungan dan pendampingan dalam menghadapi proses maupun dampak dari perceraian orang tua. Berikut langkah-langkah yang bisa diupayakan.

Pertama, mengajak anak bicara. Berapapun usia anak, sampaikan ke dia bahwa proses perceraian tengah terjadi. Bicarakan dengan sederhana sesuai tingkatan umur anak bahwa dalam waktu dekat akan terjadi perpisahan antara orang tua. Perlu ditekankan bahwa pemberitahuan tentang perceraian sebaiknya dilaksanakan saat kedua orang tua telah sepakat bahwa perceraian akan terjadi untuk mengantisipasi kemungkinan cemas yang berkepanjangan. Jelaskan pula bahwa perceraian terjadi bukan karena kesalahan mereka (anak-anak) dan mereka bukanlah orang yang bertanggung jawab atas perceraian ini.

Kedua, menjelaskan alasan perceraian secara jujur. Ketika anak kerap menanyakan mengapa ayah dan ibunya harus bercerai, jawablah pertanyaan anak secara jelas dan jujur tanpa harus membuka seluruh detil kehidupan orang tua.

Ketiga, memberitahukan dan mendiskusikan rencana kehidupan anak ke depan. Pemberitahuan tentang rencana perceraian disertai dengan rencana kehidupan anak ke depan, misalnya dengan siapa mereka akan tinggal, apakah mereka harus pindah sekolah atau bagaimana dan seberapa sering mereka akan berjumpa dengan ayah/ibu sebagai pihak yang meninggalkan rumah.

Keempat, memberikan waktu kepada anak untuk mencerna. Setelah pemberitahuan disampaikan, berikan waktu pada anak untuk memahami penjelasan tersebut. Mungkin anak belum bisa langsung memahami ketika orang tua sedang menjelaskan karena ketika sedang dijelaskan bisa jadi anak sekaligus sedang merasakan kecemasan dan kegelisahan. Orang tua perlu untuk membuka ruang diskusi setelah penjelasan dilakukan, hal ini memberi kesempatan anak untuk menanyakan apapun atau sekedar memberikan komentar atas pemahaman anak atas informasi dari orang tua.

Kelima, berkomunikasi secara aktif dengan anak. Kerap kali mereka membutuhkan kesempatan untuk dapat mengekspresikan kesedihan atau kemarahan. Sangat penting untuk membuka ruang komunikasi. Berilah kesempatan pada anak untuk mencurahkan isi hati mereka. Bila timbul banyak pertanyaan atau permintaan agar kedua orang tua kembali bersatu, berikan jawaban secara jujur dan jelas tentang kondisi perkawinan.

Tidak Menjelekkan

Selain kelima hal di atas, beberapa hal berikut penting juga diperhatikan dalam mempersiapkan anak menghadapi perceraian orang tuanya. Sebaiknya suami/istri tidak menjelek-jelekkan pasangan dan keluarga besar juga tidak lantas membicarakan kejelekan mereka kepada anak maupun anggota keluarga yang lain. Ini menjadi penting sebab ketika hal itu terjadi akan memperburuk situasi perceraian dan dampak bagi anak. Seringkali, dalam beberapa kasus perceraian, kemarahan kepada pasangan mendorong keinginan untuk menunjukkan keburukan pasangan kepada anak.

Menjelekkan pasangan di hadapan anak hanya akan melukai perasaan anak. Jika Anda merasa perlu mengatakan hal yang sesungguhnya, lebih baik katakan dengan meminimalisir penilaian. Misalnya, “Dia sering berperilaku menyakiti orang lain ketika marah”, daripada mengatakan “Dia hanya mau menang sendiri, perilakunya seperti tukang pukul”.

Selanjutnya, bersikap kooperatif dengan pasangan. Hal ini bisa jadi satu pekerjaan yang sulit bagi suami istri yang sedang dalam proses perceraian. Buatlah kesepakatan dan komitmen bahwa proses perceraian bisa lebih cepat dan mudah ketika suami-istri bisa saling bekerja sama. Bicarakan siapa yang akan menyampaikan kepada anak mengenai perpisahan, bagaimana cara menyampaikannya, dengan siapa anak akan tinggal setelah perpisahan, serta bagaimana mengatur pertemuan dengan anak ketika sudah tinggal terpisah dengan ayah/ibunya.

Berbagi Perasaan

Jika orang tua perlu berbagi perasaan dengan anak, tunggu pada level emosi yang mampu Anda kendalikan. Orang tua bisa menceritakan perasaan sedih, kehilangan, marah, atau lainnya sekaligus mengajak anak untuk terbuka mengenai perasaannya.

Perasaan cemas akan kehilangan orang tua akan menghampiri anak setelah disampaikan bahwa orang tua akan tinggal terpisah. Kecemasan biasanya meningkat ketika anak-anak harus menghadapi teman-teman sekolah atau komunitas bermainnya. Orang tua sebaiknya segera meresponnya dengan menyampaikan bahwa mereka akan tetap memiliki kedua orang tua meski salah satu orang tua tinggal terpisah dengan anak. Ayah/ibu akan tetap berperan dan bertanggung jawab seperti ketika masih tinggal bersama anak. Orang tua akan tetap siap mendengar setiap keluhan anak. Orang tua akan tetap siap mendengar setiap keluhan anak, siap memberikan dukungan, siap memberikan pertimbangan atau arahan, dan seterusnya. Penjelasan ini diharapkan memberikan pemahaman kepada anak bahwa semuanya tetap sama kecuali terpisah tempat tinggal dengan salah satu orang tua.

Selanjutnya, keluarga perlu senantiasa mengupayakan suasana tetap positif. Atmosfer positif sebaiknya diupayakan agar anak yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja. Upaya minimal yang bisa dilakukan adalah memberikan kenyamanan untuk semua orang yang tinggal di rumah.

Langkah-langkah di atas mungkin tidak mudah dilakukan, namun jika diupayakan harapannya dapat mengantisipasi dampak perceraian bagi anak.

Selasa, 04 April 2017 15:21

IMG_9210.jpgIMG_9207.jpg

Pada tanggal 14-16 Maret 2017, Rifka Annisa menyelenggarakan pelatihan “Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak bagi Pendidik Sebaya” yang berlokasi di Omah nDeso, Desa Bleberan, Kabupaten Gunung Kidul. Peserta kegiatan ini berjumlah 32 orang siswa dan siswi kelas X yang berasal dari empat sekolah, yaitu SMKN 1 Wonosari, SMKN 1 Gedangsari, SMKN 1 Ngawen dan SMKN 1 Saptosari. Selama kegiatan ini berlangsung, para peserta pelatihan juga diberikan kesempatan untuk menginap di rumah penduduk sekitar sehingga memberikan pengalaman dan pembelajaran baru bagi mereka.

Pelatihan ini memiliki beberapa tujuan diantaranya meningkatkan pemahaman peserta tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak, meningkatkan kemampuan peserta dalam melakukan fasilitasi di kalangan teman sebayanya, serta meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta dalam merancang kegiatan sosialisasi dan kampanye dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di kalangan teman sebayanya.

Kegiatan pelatihan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini dibuktikan dengan sambutan baik yang disampaikan Kepala Desa Bleberan, Supraptono, pada saat acara pembukaan pelatihan. Beliau menyampaikan apreasiasi yang tinggi terhadap Rifka Annisa atas inisiatifnya menyelenggarakan kegiatan ini. Acara ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Kabupaten Gunung Kidul secara umum, khususnya dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tak lupa, beliau juga memberikan pesan dan motivasi bagi peserta pelatihan agar mengikuti pelatihan dengan maksimal. Selain dari Kepala Desa Bleberan, sambutan lain juga diberikan oleh perwakilan dari Rifka Annisa dan FPK2PA yang dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan dukungan atas terselenggaranya kegiatan ini.

Dalam kegiatan pelatihan ini, para peserta dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas perempuan dan kelas laki-laki. Pemisahan kelas ini dilakukan karena materi yang disampaikan untuk laki-laki dan perempuan agak berbeda. Selain itu, faktor kenyamanan juga menjadi salah satu aspek penting mengapa kelas laki-laki dan perempuan dipisah mengingat isu kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah isu yang sensitif. Meksipun materi yang disampaikan sama-sama tentang isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, namun pendekatan yang digunakan di tiap kelas berbeda mengingat masalah dan pengalaman yang dialami laki-laki dan perempuan berbeda.

Selama kegiatan ini berlangsung, para peserta terlihat begitu antusias dalam menjalani tiap sesi pelatihan. Hal ini tidak terlepas dari bantuan para fasilitator dari Rifka Annnisa yang berusaha memandu tiap sesi pelatihan dengan menarik dan menyenangkan, misalnya dengan menggunakan fasilitas video dan musik, bahkan bermain game bersama. Tak hanya itu, para peserta juga diajak untuk berefleksi tentang pengalaman dan lingkungan sekitarnya sehingga mereka menjadi lebih peka terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi, khususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Untuk menyiapkan mereka menjadi pendidik sebaya, para peserta pelatihan juga dibekali informasi tentang metode komunikasi efektif yang diharapkan dapat membantu mereka dalam merespon masalah-masalah yang diceritakan teman-teman sebayanya.

Secara umum, para peserta memberikan respon dan apresiasi positif selama kegiatan pelatihan ini berlangsung. Harapannya, pelatihan ini dapat membekali diri mereka untuk menjadi pendidik sebaya yang baik dan mampu memberikan informasi yang tepat bagi teman-teman sebayanya. Semoga dengan adanya kelompok pendidik sebaya ini dapat membantu upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya di Kabupaten Gunung Kidul. []

Rabu, 08 Maret 2017 13:48

 

IMG_8785.jpg

Pada hari Kamis s.d Sabtu, 2 s.d 4 Maret 2017 lalu, Rifka Annisa WCC mengadakan kegiatan workshop yang bertempat di Hotel Pesonna Malioboro, Jl. Gadean No.3 Yogyakarta. Workshop ini berisi tentang bagaimana cara pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam sistem berbasis sekolah. Peserta dalam kegiatan ini berjumlah 15 orang kepala Sekolah dari beberapa SMK di Gunungkidul antara lain; SMK Sanjaya Gunungkidul, SMK Pembangunan Karangmojo, SMK N Saptosari, SMK N 2 Purwosari, SMK N 3 Purwosari, SMK N 2 Gedangsari, SMK N 1 Wonosari, SMK N 1 Nglipar, SMK N 1 Ngawen, SMK N 1 Girisubo, SMK N 1 Gedangsari, SMK Muhammadiyah Semin, SMK Muhammadiyah Karangmojo, SMK Muhammadiyah 1 Wonosari. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini bertujuan untuk memahami penyebab/akar terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, memahami dinamika psikologis remaja dan karakter psikologis perempuan/anak korban kekerasan sehingga dapat diperoleh pemahaman bersama antar sekolah terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah. Kegiatan workshop ini diadakan berdasarkan hasil evaluasi kasus yang telah di dampingi oleh Rifka Annisa WCCdimana setiap tahunnya rata-rata sebanyak 300 kasus yang mayoritas berasal dari wilayah DIY. Jenis kasus yang didampingi adalah kekerasan terhadap istri (KDRT), perkosaan, pelecehan seksual, kekerasan dalam pacaran, kekrasan dalam keluarga, serta perdagangan orang. Pada tahun 2016 Gunungkidul sebagai salah satu kabupaten di DIY yang tercatat terdapat 29 kasus, 10 kasus diantaranya adalah kekerasan seksual. Berdasarkan data yang ada, usia yang rentan mengalami kekerasan seksual terutama adalah anak di usia sekolah. Rifka Annisa melihat pentingnya sistem berbasis sekolah terkait dengan pencegahan dan penanganan kekerasan dan kekerasan seksual. Hal ini juga sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 82 Tahun 2015, tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Berdasarkan hal tersebut maka masing-masing unsur didalam sekolah dan lingkungan serta sistem pembelajaran di sekolah perlu diberikan penguatan. Seluruh komponen dalam sekolah seperti murid, guru, karyawan dan kepala sekolah memiliki peran masing-masing dalam mengendalikan kegiatan disekolah supaya terhindar dari aksi kekerasan dan kekerasan seksual.

Kepala sekolah memiliki peran penting dalam pembuatan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan. Untuk itu melalui workshop “Sistem Berbasis Sekolah untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, inisiatif serta upaya setiap sekolah untuk melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan sekolah. Di sesi terakhir workshop para Kepala Sekolah sangat mengapresiasi kegiatan workshop yang diadakan oleh rifka annisa, Dra. Siti Fadilah, M.Pd.I kepala sekolah SMK Negeri Saptosari menyampaikan beliau merasa puas dengan materi yang disampaikan dalam kegiatan workshop, selain itu beliau juga kagum dengan fasilitator yang masih muda, namun dapat menyampaikan materi dengan baik. Apresiasi lain juga terlihat dari beberapa Kepala Sekolah lain yaitu H.Ruslan S.Pd,MM,Pd dari SMK Pariwisata Purwosari yang menginginkan pihak Rifka Annisa tetap berkoordinasi dengan sekolah-sekolah setelah melakukan worshop ini.

Hari ketiga atau sesi terakhir ini membahas tentang konseling dan pendampingan, dilanjutkan dengan pembahasan rencana tindak lanjut, kemudian ditutup dengan evaluasi kegiatan. Beberapa Kepala Sekolah saat dimintai keterangan tentang keberlanjutan untuk program pencegahan dan penanganan kasus kekerasan dan kekerasan seksual di sekolahnya salah satunya pak Drs. H. Rachmad Basuki, S.H, M.T dari SMK N 2 Wonosari menyampaikan akan segera menetapkan tanggal untuk dilakukan koordinasi dengan guru-guru. Hal ini menunjukkan kegiatan workshop ini sangat efektif dalam meningkatkan kesadaran para Kepala Sekolah tentang pentingnya upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dan kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Setelah mengikuti workshop ini salah satu Kepala Sekolah yaitu Sr. M. Eligia Kristiani, AK. S.Pd dari SMK Sanjaya Gunungkidul berpesan kepada generasi muda untuk tidak mudah larut dalam menggunakan media sosial demi terwujudnya cita-cita.[]

44125887
Today
This Week
This Month
Last Month
All
11502
28849
190008
276576
44125887