Mengelola Marah

Written by  Kamis, 02 Juli 2015 18:04

“Marah itu manusiawi. Tapi untuk mengekspresikan marah itu di tangan kita. Kita bisa pilih, mau diekspresikan positif atau negatif,” jelas Fitri Indra Harjanti, Staf Divisi Penelitian dan Pelatihan Rifka Annisa di acara ‘Bicara’ di Radio Istakalisa 96,2 FM pada 02/07/2015.


Sebenarnya, Tuhan sudah menciptakan tubuh kita dengan sempurna. Tubuh kita dapat memberi tahu tanda-tanda ketika kita merasa marah. Tanda-tanda ini berbeda-beda pada setiap orang. Secara fisik misal detak jantung lebih kencang, tangan gemetar, mata merah, atau perut sakit. Atau secara psikis seperti cemas, sedih, atau panik.


“Apabila kita dapat mengenali tanda-tanda itu, kita dapat mencegah diri kita lepas kontrol,” tambah Fitri. Menurutnya, seseorang juga harus aktif untuk berlatih mengenali hal-hal apa yang membuat dirinya mudah marah. Misal ketika capai mengerjakan tugas kuliah, ada teman yang tidak mau bekerja sama, atau ketika ada yang menyudutkan kita.


Lebih lanjut, Haryo, konselor laki-laki di Rifka Annisa mengungkapkan, bahwa marah itu alami. Tetapi bagaimana mengekspresikannya itu yang dapat berbeda-beda dan sebenarnya dapat kita kontrol. Ada orang yang marah dengan memukul, berteriak, atau justru diam, mendengarkan musik, bahkan bersih-bersih rumah.


Saat marah, sebaiknya kita melakukan time out atau jeda. Misal dengan pergi sementara dari orang atau suasana yang membuat kita marah. Dengan begitu, perasaan kita lebih netral, dan dapat menganalisis apa yang sebenarnya menyebabkan kita marah, dan apa yang perlu dilakukan.


Penyebab marah dapat dibedakan menjadi dua, dari dalam diri atau dari luar diri kita. Dari dalam diri, kita bisa lebih mudah marah misal ketika capek, kurang tidur, atau sedang padat-padatnya tugas. Sedangkan penyebab dari luar diri misal karena dikhianati, dihina, dicaci, atau dibanding-bandingkan dengan orang lain.


Penyebab rasa marah yang dari luar diri memang sulit untuk dikontrol, tetapi penyebab dari dalam diri yang lebih mudah kita kontrol. Tinggal bagaimana kemudian kita memilih ekspresi apa yang kita ambil ketika kita marah. Ekspresi tersebut ada yang mengarah ke postif, namun ada juga yang mengarah negatif.


Selain mengelola marah, kita juga perlu melatih komunikasi asertif dengan orang lain. Komunikasi jenis ini adalah berani mengungkapkan apa yang kita rasakan, tapi dengan cara yang tidak merendahkan orang lain.


Menurut Fitri, bulan puasa adalah waktu yang tepat untuk melatih bagaimana kita mengelola amarah. Namun, ia juga mengingatkan, setelah bulan puasa berakhir, berlatih mengelola marah tetap perlu dilakukan.***

Read 2484 times Last modified on Jumat, 03 Juli 2015 19:49
43907515
Today
This Week
This Month
Last Month
All
17195
60535
248212
221312
43907515